Sejarah

Istilah Puncak bagi Warga Kecamatan Majenang merupakan tempat yang tidak asing lagi, dimana kata itu menunjukkan suatu tempat yang tinggi (pegunungan), sepi dan sejuk udaranya,  lokasi Puncak berada di Grumbul Lebaksari Desa Sindangsari Kecamatan Majenang, bersebelahan dengan tempat pemakaman Bong China.

Sebagaimana diberitakan dalam sebuah berita harian Journal Kabupaten Cilacap, bahwa di era tahun 1980-an, Puncak adalah tempat yang tidak asing lagi bagi warga sekitar Majenang dan Jawa Barat, dimana saat tahun tersebut sebagai tempat prostitusi yang mencapai ratusan orang, terlihat dari kondisi saat itu ada sekitar sepuluh rumah yang menjadi tempat kelam dan ada sekitar puluhan orang penghuninya yang sebagian besar adalah pendatang ”[1].  

Keberadan puncak dan tempat prostitusi tidak lepas dari seorang pencetusnya, yaitu Nini Lowe, yang melihat dengan kaca mata bisnis untuk keberlangsungan  kehidupannya, mengubah  lokasi dataran tinggi, sepi dan berudara sejuk tersebut dengan sebuah ide tentang kegiatan transaksi sexual yang diperuntukan bagi laki-laki hidung belang. Menurut cerita masyarakat sekitar bahwa Lokasi prostitusi puncak adalah merupakan pindahan dari tempat prostitusi yang sudah ada sebelumnya yang berada di grumbul Kebon Kelapa desa Jenang  Kecamatan Majenang.

Seiring dengan berjalanannya waktu, Nini Lowe memiliki keturunan yang juga masih meneruskan kegiatan yang dicetuskannya, sampai pada keturunan yang ketiga (tingkat Cucu) muncullah rasa bosan dan tidak nyaman dengan irama kegiatan yang hanya bergulat di bidang prostitusi dan miras,  di samping juga karena seringnya terjadi tindak anarkis dari unsur masyarakat yang tidak simpatik, maka pada tahun 2011  terdapat  5 orang  pencetus untuk  merobah kondisi Puncak yang kelam tersebut, untuk menjadi puncak yang bermanfaat, di antaranya  yaitu Bapak Kustiwa (Ketua RT sekaligus Cucu Nini Lowe)  Bapak Sudiono (Kadus) Bapak Kholidin (Tukang Bangunan) Abdul Khafidz (Percetakan) dan Misno Ali Mustofa (juru parkir BIS Teguh) yang kesemuanya merupakan tokoh-tokoh  pemuda Puncak  yang  berpendapat bahwa, sudah saatnya Puncak harus berobah. Beberapa upaya yang dilakukan oleh kelima orang pencetus tersebut antara lain    :

  1. Sowan kepada kesepuhan KH. Abdul Hamid Hasyim.
    Simpulan karena dana tabungan sedikit, maka belum bisa untuk dilakukan perubahan.
  2. Sowan kepada anggota Dewan dari PKB  H. Murtadlo, SE.
    Simpulan, mendekatlah ke Gus Huda, karena beliau memiliki tenaga sarjana yang cukup banyak.
  3. Sowan kepada Gus Huda (Tokoh Masyarakat Sindangsari), Putra Almaghfurlah  KH. Imam Mahdy (tokoh masyarakat Sindangsari), Putra KH. Maqsudi  (Tokoh Masyarakat sekaligus Pejuang kemerdekaan RI).
    Simpulan, akan berikhtiyar secara bersama-sama, merangkul semua komponen masyarakat yang bisa disinergikan, dengan secara konsisten riyadloh/berdzikir dan berdoa kepada Allah swt setiap malam, dengan membuat jama’ah yang diberi nama “’Asyiq Ilallooh”     yang secara bahasa  berarti al-muhibb (yang mencintai berasyiq-asyiq dengan Allah) sebuah nama yang familier untuk berasik-asikan, hanya saja objeknya (wanita penjaja sex) dirubah menjadi Allah swt

[1]Wawancara Sani Ariyanto, ST. M.Si (Pemimpin Redaksi) dengan Supriyanto (Tokoh Pemuda dan Masyarakat Grumbul Lebaksari Desa Sindangsari) dimuat dalam Journal  Media Patner Business Gathering Kabupaten Cilacap “Moving Forward with Investor 2014, edisi ke-2 Journal, Tahun ke-1 November 2014, hal 5, 2010. hal. 5.